8.27.2011

Teori Penciptaan Manusia Dalam Tanda Tanya Manusia



Pertanyaan ini muncul di suatu malam, ketika saya dan teman-teman sedang berdiskusi (ngobrol lah lebih tepatnya). Sebuah pertanyaan yang menunjukkan seberapa besar manusia ingin tahu proses penciptaan dirinya.

Teori Darwin, mengatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi. Tapi saya tidak begitu saja mentah-mentah untuk mempercayainya. Bagaimana tidak? Penjelasan keagamaan mengatakan manusia diciptakan Tuhan dari tanah, yang kemudian Ia menghembuskan nyawa ke dalamnya, lalu terciptalah Adam.

Pokok pertanyaan sebenarnya ada ketika Adam diciptakan. Kalau ia manusia pertama, apakah dia melewati zaman prasejarah? Lalu bagaimana nasib-nasib para kera di zaman itu selanjutnya?
Menyatukan agama dan sains memang sulit. Berdekatan namun tidak bisa sebenar-benarnya bersenyawa.

Ketika Tuhan menciptakan Adam, Ia tidak mungkin menghidupkan Adam dalam kesendirian. Ia mengambil tulang rusuk Adam untuk menciptakan seorang pendamping untuk Adam, maka jadilah Hawa. Disini muncul pertanyaan baru di benak saya. Makhluk hidup akan berkembang biak untuk meneruskan keturunannya, begitu juga dengan Adam dan Hawa. Mungkinkah anak-anak dari mereka mengawini sesama saudaranya? Jika dijelaskan bahwa Adam dan Hawa adalah pasangan yang pertama ada.

Anda bingung? Saya apalagi. Menikmati kebingungan ini sama saja meragukan ciptaan Tuhan. Dan teruslah nikmati kebingungan itu jika anda memang tidak mempercayai adanya Tuhan.
Di dunia ini ada hal-hal (seperti rahasia) yang memang harus diungkap, namun ada hal-hal lain yang akan lebih baik jika itu tetap menjadi rahasia. Biarkan saya mengutip kata-kata Kahlil Gibran, "Kebenaran yang memerlukan bukti hanyalah separo kebenaran".




gambar diambil dari sini

8.22.2011

Menyangkal Eksistensi Tuhan Dengan Akal


Selama ini eksistensi Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi, pencipta siang dan malam, pencipta Adam dan Hawa, pencipta semesta dan segala yang ada didalamnya, bisa dibilang belum bisa terpatahkan. Namun, bagaimana kita bisa menerima keeksistensian tersebut dengan akal dan logika, jika kita sendiri belum pernah benar-benar melihat secara langsung sang pencipta tersebut. Yang akan kita temui hanyalah keragu-raguan, dan celah skeptisme yang semakin membesar.

Baik, pertama perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu arti kata ‘eksistensi’. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, ‘eksistensi’ berarti sesuatu hal yang ada, sesuatu yang menunjukan keberadaan. Oh, bagaimana kita bisa menganggap sesuatu itu ada dan nyata, sedangkan sesuatu yang kita anggap ada tersebut belum pernah sekali saja menunjukkan keberadaannya pada kita. Akal dan logika kita harus bermain disini. Contoh sederhananya seperti ini: Teman kamu bercerita dengan antusiasnya tentang barang yang baru saja ia beli, ia berkata barang itu bagus, baik, dan semua kata-kata yang tentunya membanggakan bagi barang tersebut. Tetapi, dia sendiri belum menunjukkan si barang tersebut kepada kamu. Lantas apakah kamu akan percaya begitu saja dengan cerita temanmu? Tidak bukan? Kamu perlu bukti, melihat barang itu sendiri, untuk membuktikan kata-kata yang diucapkan temanmu. Begitu pula halnya dengan keberadaan Tuhan, saya yakin, kamu, kita, manusia, punya akal dan logika. Pasti ada celah keraguan tentang keberadaan Tuhan, biarpun sudah jelas-jelas keagunganNya itu tertulis jelas dan diceritakan dalam kitab-kitab. Satu-satunya yang bisa membuat kita yakin, akan keberadaanNya adalah melihat sosok diriNya dengan mata kepala kita sendiri. Kalau tidak bisa bertemu langsung, ya paling tidak Dia menunjukan keberadaanNya lewat suatu ‘perantara’ lah. Mungkin dengan begitu celah keraguan kita akan tertutupi, dan akal kita bisa sepenuhnya menerima bahwa TUHAN ITU BENAR-BENAR ADA. Namun, karna belum ada bukti yang membuat akal kita percaya, kita bisa saja menganggap kalau TUHAN ITU TIDAK ADA.

Baik, jika kita gunakan pemikiran logis, Tuhan dalam logika dan akal sehat itu hanya omong kosong. Logikanya, Tuhan Yang Maha Segalanya itu hanya cerita fiksi. Tapi yang jelas, MENYANGKAL KEEKSISTENSIAN-NYA DENGAN AKAL ADALAH CONTOH SIKAP MANUSIAWI. Yang jelas, KITA TIDAK BISA MENYANDINGKAN EKSISTENSI TUHAN DENGAN AKAL DAN LOGIKA MANUSIA. Yang jelas, SEGALA FIRMAN TUHAN ITU MELAMPAUI AKAL MANUSIA.
gambar diambil dari sini

Sorban dan Helm; Antara Hukum, Agama, dan Maut



“Pelindung kepala dari maut: Helm. Pelindung kepala dari hukum: Sorban.”

— Diatas kendaraan roda dua seperti motor, manusia-manusia bersorban seringkali mendapatkan superioritas dari polisi. Biarpun, tidak mengenakan helm, tetapi polisi biasanya akan tetap meloloskan mereka dari masalah tilang-menilang, tidak tahulah atas dasar apa. Yang jelas, bisa lolos dari tilang bukan berarti mereka bisa lolos juga dari maut. Dan setahu saya, bila kita dituntut untuk taat kepada agama, bukankah secara otomatis kita dituntut pula untuk taat kepada hukum?

gambar diambil dari sini

Orang Pintar Lulus Dalam Ujian, Orang Bodoh Berakal Bulus Dalam Ujian



Sebelum ujian :

Orang pintar selalu belajar sebelum mereka menghadapi ujian. Sementara orang bodoh santai-menyantai mondar-mandir keluyuran cari angin segar untuk melepaskan kepenatan dari beban ujian sekolah.

Orang pintar selalu menghafal rumus-rumus aritmatika dan sejenisnya saat pelajaran berlangsung. Dan si orang bodoh masih berusaha menghafal lagu yang dia sukai, di sela-sela jam pelajaran.

Orang pintar selalu memperhatikan tulisan yang ditulis gurunya di papan tulis. Di saat yang sama, si bodoh malah memperhatikan ekspresi guru waktu sedang menulis.

Orang pintar umumnya memilih duduk di deretan bangku terdepan, agar mudah berinteraksi dengan guru. Orang bodoh malah memilih duduk di deretan belakang, agar bisa mempelajari situasi kelas dan memudahkan mereka untuk berinteraksi dengan orang-orang di dalam kelas (tidak hanya guru).

Saat ujian sekolah :

Karna belajar, orang pintar bisa menjawab pertanyaan dengan mudah. Karna kesantaiannya si bodoh sulit menjawab pertanyaan, tapi dia tetap berusaha, bertanya misalnya (tentunya dilakukan secara rahasia).

Berkat rumus yang telah diluar kepala, orang pintar tidak kesulitan dalam mengerjakan soal aritmatika. Sementara si bodoh, dengan kreatifnya membuat catatan kecil di secarik kertas, kulit penghapus, kartu nomor ujian, bahkan ada yang mentatto paha mereka dengan rumus aritmatika. Kreatif bukan?

Karna selalu memperhatikan pelajaran yang ditulis di papan tulis, orang pintar begitu mudah untuk mempecundangi pertanyaan-pertanyaan. Sementara si bodoh, serius mengamati ekspresi si pengawas ujian dan mencari kesempatan untuk menemukan jawaban.

Duduk di depan atau di belakang, bukan masalah bagi orang pintar. Sementara si bodoh yang telah membuat jaringan, dengan mudah berinteraksi dengan teman-temannya untuk mendapatkan jawaban (ini juga masih secara rahasia).

Dan disaat kelulusan :

Orang pintar dan orang bodoh lulus secara bersamaan.

<



Dilihat dari segi ini, orang bodoh cenderung menghadapi kehidupan dengan santai, mudah menjalin relasi, kreatif, tidak terlalu berpikir rumit, dan tidak takut mengambil resiko. Toh tujuan yang dicitakan akan tercapai, meski dengan jalan yang tidak pernah dipikirkan orang-orang sewajarnya. Hal-hal ini yang seharusnya patut dicontoh oleh orang-orang pintar.


gambar diambil dari sini

Sekarang, Semua Kegiatan Manusia Diawali Dengan Nge-twit, seperti :


-Mau tidur. (ngetwit dulu)

-Bangun tidur. (ngetwit dulu)

-Mau mandi. (ngetwit dulu)

-Mau makan. (ngetwit dulu)

-Mau berangkat kuliah/kerja/sekolah. (ngetwit dulu)

-Mau ngerjain tugas. (ngetwit dulu)

-Mau hangout. (ngetwit dulu)

-Mau dengerin lagu. (ngetwit dulu)

-Lagi kesel sama orang. (ngetwit dulu)

-Lagi seneng. (ngetwit dulu)

-Lagi galau. (apalagi, ngetwit melulu)
Bagus sih dampaknya, manusia tidak lagi banyak ‘bicara’. Ya tapi tweet itulah penggantinya. Ada baiknya kalau kita memberikan tweet yang informatif untuk para followers. Mmm… Tapi sesekali ngetwit yang berbau-bau narsis juga tidak apa-apa kok. Sama sekali tidak ada yang melarang. Twitter milik anda, ya anda yang berkuasa.


gambar diambil dari sini